• -IST-

Mau Investasi Apartemen di Australia? Awas! Kualitas Tak Sebanding Harganya

Mau Investasi Apartemen di Australia? Awas! Kualitas Tak Sebanding Harganya

Mon, 10/21/2019 - 15:59
Posted in:
0 comments

Nilai apartemen di Australia telah jatuh dibandingkan harganya saat pertama kali dibeli, terutama untuk apartemen yang dibeli saat belum dibangun, atau 'off-plan'.

Setengah apartemen yang baru dibangun di Sydney dan Melbourne alami penurunan harga dibanding saat beli. Sepertiga dari apartemen baru 'off-plan' in Sydney mengalami penurunan setidaknya 10 persen.

Pasokan apartemen tinggi telah melampaui dari jumlah permintaan sebenarnya. 60 persen apartemen 'off-plan' di Sydney dan 52,9 persen di Melbourne telah jatuh nilainya dibandingkan dengan harganya saat kontrak jual beli disepakati, seperti yang dilaporkan program televisi 7.30 dari ABC.

Berdasarkan data properti dari CoreLogic, nilai apartemen baru di Sydney turun sampai 15 persen, di Melbourne penurunan mencapai 11 persen dari harganya saat dibeli. Sementara penurunan di Queensland sebesar lebih dari 43 persen dari 22,5 persen di Australia Barat.

Tim Lawless, Kepala Peneliti CoreLogic mengatakan jumlah apartemen telah mengalami 'oversupply' yang signifikan dan melebihi dari permintaan pasar.

Namun jatuhnya nilai apartemen baru menurutnya lebih disebabkan karena kekhawatiran soal kualitas bangunan dan struktur bagian luar bangunan yang mudah terbakar.

"Ini sepertinya dipertimbangkan warga dan berpotensi mempengaruhi nilai properti saat dijual kembali," kata Tim.

Rugi Lebih Rp 1 M

Widya, warga Indonesia di Melbourne dan tidak ingin nama lengkapnya disebutkan, mengaku kepada ABC Indonesia jika ia "kapok" untuk membeli apartemen lagi di Australia.

Ia pernah memiliki sebuah apartemen di kota Melbourne, tapi setelah empat tahun, ia memutuskan untuk menjualnya. "Baru setahun lebih tinggal, banyak kerusakan di unit, yang paling sering bocor, entah dari kamar mandi di atas yang bocor ke unit kita, atau sebaliknya," ujar Widya yang bekerja di industri keuangan.

<h2>Biaya asuransi meningkat yang berdampak pada iuran tahunan.</h2>

Akibatnya biaya asuransi untuk seluruh bangunan meningkat dan berdampak pada iuran tahunan, atau 'body corporate fee' yang meningkat hingga dua kali lipat.

Di tahun pertama ia setidaknya harus mengeluarkan AU$ 2.000, atau lebih dari Rp 20 juta per tahun untuk 'body corporate' ini dan setelah hampir empat tahun menjadi AU$ 4.000, atau lebih dari Rp 40 juta per tahun.

Tak hanya itu, Widya yang tadinya ingin menjadikan unitnya sebagai investasi malah mengalami kerugian, "bukannya balik modal".

"Harganya waktu beli AU$ 420.000 [lebih dari Rp 4 miliar], dijual AU$ 320.000 [sekitar Rp 3 miliar], jadi rugi AU$ 10.000 [sekitar Rp 1 miliar]."

"Membeli apartemen baru yang off-plan di Australia itu seperti beli kucing dalam karung," kata Widya.

Meski saat itu memiliki kesepakatan untuk inspeksi sebelum melunasi pembayaran, tetap saja banyak yang tidak diketahui seperti apa kualitas material di tempat yang tersembunyi.

"Saya setuju dengan laporan itu [data CoreLogic] karena banyak pengembang di Australia yang pakai material kurang berkualitas," ujarnya yang sekarang lebih memilih menyewa apartemen.

Waspada!

Maraknya pengembang dan agen properti memasarkan apartemen Australia sebagai bentuk investasi khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya harus dicermati secara hati-hati. Para marketer yang mewakili mereka biasa merayu calon pembeli dengan brosur mengkilap lengkap dengan poin-poin berikut:

  • Cicilan hanya Rp7juta/bulan

  • KPR hingga 80% dari harga beli

  • DP 10%, sisanya setelah bangunan jadi

  • Fasilitas lengkap, mewah dan dekat dengan tempat shopping di jantung CBD

  • Sydney/Melbourne konsisten masuk dalam 10 kota terbaik dunia untuk tinggal.

Harga cicilan apartemen di Jakarta rata-rata sudah sama atau malah lebih mahal daripada cicilan Rp7juta/bulan. Inilah yang seringkali dijadikan selling point para marketer. Beli di dalam negeri sudah mahal, dengan uang yang sama bisa beli apartemen lebih mewah dan ‘terjangkau’. Lagi pula beli apartemen di Jakarta biasanya bukan hak milik tapi hanya guna bangunan selama berpuluh-puluh tahun, sedangkan di Australia 100% menjadi hak milik.

Dalam tulisan ini hanya apartemen baru di tengah kota atau dekat CBD saja yang akan dibahas karena alasan berikut:

1.Secara hukum pembeli non-resident (bukan pemegang visa Permanent Residency atau warga negara Australia) hanya bisa membeli properti yang benar-benar brand new. Karena itu rata-rata properti yang ditawarkan bertipe ‘off the plan’ (belum/sedang dibangun).

Dari kaca mata pengembang, semakin banyak properti OTP yang bisa mereka jual, maka semakin rendah resiko proyek ini untuk di-funding dari sudut mata bank sehingga imbasnya pengembang semakin mudah mendapat kucuran dana dari bank. Jadi tidak heran pengembang memberi insentif tambahan berupa 6 bulan hingga 2 tahun rental guarantee atau cash back sekian dollar bila setelah kampanye marketing sekian lama penjualan tidak sesuai harapan.

2. Masyarakat Asia yang urban seperti Jakarta lebih terbiasa tinggal di tengah keramaian dan dekat dengan berbagai fasilitas. Di Sydney banyak yang merasa tidak betah tinggal di daerah suburb meskipun hanya 20 menit jaraknya naik kereta ke CBD. Terlalu ‘sepi’ mereka bilang. Jadi jangan heran kalau tinggal di apartemen Sydney hampir semuanya diisi orang Asia.

Jebakan Batman

Membeli untuk tinggal dan investasi tentu kriterianya berbeda. Pembeli yang berencana menempati apartemen tidak terlalu peduli dengan rental return (yield), capital gain dan orang macam apa yang akan menyewa. Selama lokasi dan fasilitas apartemen cocok dengan life style dan pas di budget, tidak ada masalah.

Salah satu alasan terbesar pembeli luar Australia mudah terjebak karena tidak mengenal seluk beluk demografi dan faktor supply dan demand properti lokal.

Bila anda membeli untuk investasi, alangkah baiknya mengenali resiko dan biaya tak kasat mata berikut ini:

Fluktuasi Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar AUD dan Rupiah meskipun tidak banyak berfluktuasi harus tetap diperhitungkan. Cicilan Rp7juta/bulan dalam iklan tidak tetap (fixed) tergantung fluktuasi kurs pada saat melakukan repayment. Satu-satunya cara menghindari resiko ini adalah dengan membeli secara kontan tanpa meminjam dari bank.

Biaya Tersembunyi di Balik Rental Guarantee dan Cash Back

Sebagian pengembang menawarkan rental guarantee yang tinggi selama 2 tahun pertama sebagai insentif untuk membeli. Jadi setelah apartemen sudah jadi, pembeli langsung dapat mendapatkan uang sewa, bahkan dalam beberapa kasus lebih tinggi diatas harga pasar.

Dengan memberikan rental guarantee pada dasarnya pengembang mengsubsidi agen properti yang mengurus sewa-menyewa setelah settlement. Untuk lebih lebih jelasnya perhatikan ilustrasi berikut:

  1. Harga sewa pasaran: $400/minggu
  2. Rental Gurantee: $450/minggu selama 2 tahun
  3. Harga sewa yang diiklankan (advertised rent) oleh agen ke pasar: $300/minggu
  4. Total subsidi yang diberikan pengembang kepada agen: $15,600 (2 x 52 minggu x ($450-$300)

Harga miring $100 lebih murah dari pasaran memudahkan agen mencari penyewa. Subsidi pengembang juga menjadi insentif tambahan bagi agen (rata-rata agen hanya mendapat komisi sebesar 5% dari harga sewa). Dari kaca mata pembeli rental guarantee sekilas terlihat sangat menguntungkan.

Jangan kaget kalau properti dengan rental guarantee ternyata beberapa puluh ribu lebih mahal. Mengapa? karena bisa jadi pengembang memasukkan nilai rental guarantee ke dalam harga jual. Sama halnya dengan tawaran Cash Back. Bedanya pengembang membayar ‘subsidi’ tersebut dimuka dalam bentuk kas.

[//ABC.net.au/kompas.com/01]